MOTIF-MOTIF SOSIAL
Disusun sebagai Tugas Mata
Kuliah BK Sosial
Dosen Cici
Yulia,M.Pd
Kelompok 8
Oleh :
Dwiyanti
1601015002
Rizky Mutiara
Ramdhani 1601015026
Paramita Kurnia
Damayanti 1601015056
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang, dengan ini kami panjatkan atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan
makalah BK Sosial yang bertemakan “Motif-Motif Sosial”.
Adapun
makalah BK Sosial tentang ”Motif-Motif
Sosial” ini. Telah kami usahakan
semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari banyak pihak, sehingga dapat memperlancar proses pembuatan
makalah ini. Oleh sebab itu, kami juga
ingin menyampaikan rasa terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah BK Sosial.
Terlepas dari semua itu kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa dari makalah ini. Akhir
kata kami berharap semoga makalah tentang “Motif-Motif Sosial” ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Jakarta,
2017
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………….............I
DAFTAR ISI………………………………………………………………..........II
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………...........III
B. Rumusan Masalah………………………………………………….. ........IV
C. Tujuan…………………………………………………………………....IV
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Motif
Sosial…….…………………………………….........1
B. Klasifikasi………..………….……………………………………….........2
C. Macam-macam dan Motif
Sosial……………………………………..........2
D. Pengaruh Motif terhadap orang
lain…………………………………..........4
BAB III PENUTUP
Kesimpulan………………………………………………………………............12
Saran………………………………………………………………………...........13
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...........14
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia
adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan manusia lain dan
lingkungan sosial di sekitarnya. Kebutuhan-kebutuhan hidup manusia di pengaruhi
adanya motif atau dorongan baik dari dalam diri sendiri maupun dari luar diri
manusia baik berupa benda maupun situasi yang terjadi di lingkungan sekitarnya
yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu untuk mencapai kebutuhan hidupnya.
Setiap tingkah laku manusia memiliki
pengaruh terhadap lingkungannya. Untuk mengatur tingkah laku manusia dalam
kehidupan bermasyarakat agar teratur, masyarakat membuat aturan atau norma yang
membatasi tingkah laku manusia agar dapat di terima di lingkungannya sehingga
seseorang dapat bertingkah laku dengan wajar sesuai aturan yang berlaku. Dalam
kehidupan bermasyarakat kadang terjadi hubungan timbal balik, pertemanan, dan
memungkinkan terjadinya kesepakatan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia
tidak lepas dari peristiwa yang memberikan pelajaran baik yang menyenangkan,
mengharukan, mengecewakan atau menyedihkan. Seseorang dapat memahami apa yang
di rasakan oleh orang lain, merasa peduli terhadap perasaan orang lain tetapi
tidak terhanyut dalam suasana yang sedang di hadapi orang lain.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
konsep dasar motif sosial?
2. Apa
saja klasifikasi motif sosial?
3. Apa
saja macam-macam dan bentuk motif sosial?
4. Bagaimana
pengaruh motif terhadap orang lain?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui konsep dasar motif sosial
2. Untuk
mengetahui klasifikasi dari motif sosial
3. Untuk
mengetahui macam dan bentuk motif sosial
4. Untuk
mengetahui pengaruh motif terhadap orang lain
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Dasar Motif Sosial
Motif
merupakan sesuatu yang melingkupi semua penggerak, alasan, atau dorongan dalam
diri manusia untuk berbuat sesuatu. Motif manusia merupakan dorongan,
keinginan, hasrat, dan tenaga penggerak lainnya yang berasal dari dalam dirinya
untuk melakukan sesuatu. Motif-motif itu memberikan tujuan dan arah pada
tingkah laku manusia dan kegiatan-kegiatan yang di lakukan sehari-hari juga
mempunyai motif tersendiri. Motif-motif manusia dapat bekerja secara sadar dan
tidak sadar bagi diri manusia.[1]
Pada
prinsipnya, motif adalah suatu konstruksi yang potensial dan laten, yang
dibentuk oleh pengalaman, yang secara relative dapat bertahan meskipun
kemungkinan berubah masih ada, dan berfungsi menggerakan serta mengarahkan
perilaku ke tujuan tertentu. Artinya, motif merupakan dorongan yang sudah
terikat pada suatu tujuan. Motif mencakup semua penggerak, alasan, atau
dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu.
Gerungan
(2010) mendefinisikan motif sebagai suatu pengertian yang melengkapi semua
penggerak alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia
berbuat sesuatu. Dengan pengertian bahwa semua tingkah laku manusia mempunyai
motif.
Lindzey,
Hall, dan Thompson (1975) mendefinisikan motif sebagai sesuatu yang menimbulkan
tingkah laku. Adapun Atkinson (1958) mengartikan motif sebagai disposisi laten,
yang berusaha dengan kuat untuk menuju tujuan tertentu. Tujuan ini dapat berupa
prestasi afiliasi ataupun kekuasaan.[2]
Motif
sosial adalah motif yang timbulnya untuk
memenuhi kebutuhan individu dalam hubungannya dengan lingkungan sosialnya.[3]
B.
Klasifikasi
Motif Sosial
1. Klasifikasi
Motif
Gardner
Lindze, Calvin S. Hall, dan Richard F. Thompson dalam bukunya Psychology (1978)
mengklasifikasikan motif dalam dua hal berikut:
a. Drive adalah yang mendorong untuk bertindak. Drives merupakan proses organik internal
disebut Drives Primer atau Drives yang tidak dipelajari. Drives yang lain
diperoleh melalui belajar.
b. Insentives
adalah benda atau situasi (keadaan) yang berbeda didalam lingkungan sekitar
yang merangsang tingkah laku insentives merupakan penyebab individu untuk
bertindak.
C.
Macam-macam
dan Bentuk Motif Sosial
1. Macam-macam
Motif Sosial
Sherif
membedakan motif menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
a. Motif Biogenetis
Motif biogenetis ini bercorak universal dan kurang
terikat dengan lingkungan kebudayaan tempat manusia berada dan berkembang. Motif
biogenetis ini ada di dalam diri orang dan berkembang dengan sendirinya.
Artinya, motif biogenetis berkembang dalam diri seseorang dan berasal dari
organismenya sebagai makhluk biologis. Ciri motif biogenetis berasal dari
kebutuhan organisme seseorang demi kelanjutan kehidupannya secara biologis.
Contoh motif ini adalah lapar, haus, kebutuhan akan kegiatan, istirahat,
bernafas, seks, buang air, dan lain-lain.
b. Motif
Sosiogenetis
Motif
sosiogenetis adalah motif-motif yang dipelajari orang dan berasal dari
.lingkungan kebudayaan tempat orang itu berada dan berkembang. Motif
sosiogenetis tidak berkembang dengan sendirinya, tetapi berdasarkan interaksi
sosial dengan orang-orang atau hasil kebudayaan orang. Jenis motif sosiogenetis
banyak sekali dan berbeda-beda sesuai dengan perbedaan yang terdapat diantara
berbagai corak kebudayaan di dunia. Contoh motif ini adalah keinginan untuk
mendengarkan music daerah, music melayu, keinginan membaca sejarah Indonesia,
dan lain-lain.
c. Motif
Teogenetis
Motif
teogenetis adalah motif yang berasal dari interaksi antara manusia dengan
tuhan, seperti yang terwujud dalam ibadahnya dan dalam kehidupannya sehari-hari
saat ia berusaha merealisasikan norma-norma agamanya. Motif ini berhubungan
dengn manusia sebagai makhluk yang berketuhanan. Manusia memerlukan interaksi
dengan tuhan agar dapat menyadari akan tugasnya sebagai makhluk yang
berketuhanan. Contoh dari motif ini adalah keinginan untuk mengabdi kepada
tuhan yang maha Esa, keinginan untuk merealisasikan norma-norma agama menurut
kitab suci.[4]
2. Bentuk
Motif Sosial
Dalam pandangan
Gerungan, bentuk motif terdiri atas dua macam:
a. Motif
Tunggal
Motif
tunggal dapat di contohkan, misalnya seseorang mendengarkan berita radio atau
televisi yang mempunyai motif umum seperti motif-motif yang diuraikan diatas,
tetapi mungkin juga mempunyai motif lain, misalnya untuk mendengarkan berita
tertentu yang berkaitan dengan pekerjaan di kantornya.
b. Motif
Bergabung
Motif
bergabung dapat dicontohkan, misalnya apabila seseorang menjadi anggota
kelompok, perkumpulan, atau organisasi, motif yang ada pada dirinya adalah
motif bergabung. Ia mungkin ingin belajar sesuatu yang baru bersama dengan
anggota perkumpulan. Selain itu, ia mungkin ingin belajar berorganisasi. Ia
juga mungkin ingin mengenal dari dekat beberapa orang anggota kelompok. Ia juga
ingin memperluas relasi-relasinya untuk kelancaran pekerjaan kantornya, dan
lain-lain.
Dengan demikian,
orang tersebut mungkin mempunyai macam bentuk motif yang sekaligus bekerja
dibalik perbuatan yang menggabungkan diri dalam organisasi, tetapi perbuatan
itu terdorong dengan satu motif utama dan beberapa motif tambahan, yang mungkin
merupakan rincian dari motif utama itu.[5]
D.
Pengaruh
Motif, Memotivasi Orang Lain, dan Pengamatan Terhadap Orang Lain
1. Pengaruh
motif dalam pengamatan
Motif,
sikap, dan pengamatan merupakan bagian yang saling berkaitan dalam organisasi
kepribadian. sikap timbul merupakan fungsi dari motif.
Pengamatan
merupakan proses belajar mengenal segala sesuatu yang ada di sekitar dengan
menggunakan alat indra.
Muhibin Syah
(1996) menyatakan bahwa pengamatan
artinya proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk
melalui indra, seperti mata dan telinga. Berkat pengalaman belajar, seorang
siswa akan mencapai pengamatan yang objektif sebelum memperoleh pengertian.
Pengamatan yang salah akan mengakibatkan timbulnya pengertian yang salah pula.
Proses pengamatan berfungsi membantu
pencapaian pemuasan kebutuhan manusia untuk tetap melestarikan hidupnya. Untuk
itu manusia memiliki indra untuk mengamati segala sesuatu yang ada dalam
lingkungannya. Hasil pengamatan itu memunculkan kesan atau tanggapan.
Manusia secara normal akan selalu mencari
objek dalam lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya secara sadar ataupun tidak
sadar. Dengan kata lain, semakin baik daya reaksi terhadap lingkungan manusia,
semakin banyak memiliki kesan (tanggapan).
a. Tanggapan
sebagai pengaruh motif
Kesan
atau tanggapan ditempatkan sebagai pengaruh dari motif karena tanggapan sebagai
salah satu fungsi jiwa yang pokok dapat diartikan sebagai gambaran ingatan dari
pengamatan ketika objek yang diamati tidak lagi berada dalam ruang dan waktu
pengamatan. Jadi, jika proses pengamatan sudah berhenti dan hanya tinggal
kesan-kesannya, hal tersebut disebut tanggapan.
Tanggapan
disebut “laten” (tersembunyi, belum terungkap) apabila tanggapan tersebut ada
dibawah sadar atau tidak disadari, dan suatu saat dapat disadarkan kembali.
Adapun tanggapan disebut “aktual” apabila tanggapan tersebut disadari.[6]
Menurut
teori tanggapan, belajar adalah memasukkan tanggapan sebanyak-banyaknya,
berulang-ulang dan sejelas-jelasnya. Banyak tanggapan berarti dikatakan pandai.
Sedikit tanggapan berarti dikatakan kurang pandai. Dengan demikian, orang
pandai berarti orang yang banyak mempunyai tanggapan yang tersimpan dalam
otaknya. Perbedaan antara tanggapan dan pengamatan, yaitu:
1) Pengamatan
terikat pada tempat dan waktu, sedangkan tanggapan tidak terikat waktu dan
tempat.
2) Objek
pengamatan sempurna dan mendetail, sedangkan objek tanggapan tidak mendetail dan
kabur.
3) Pengamatan
memerlukan perangsang, sedangkan tanggapan tidak perlu ada rangsangan.
4) Pengamatan
bersifat sensoris, sedangkan tanggapan bersifat imaginer.
b. Fantasi
sebagai pengaruh Motif
Fantasi
adalah daya jiwa untuk membentuk atau menciptakan tanggapan-tanggapan baru
dengan bantuan tanggapan yang sudah ada.
Ilmu
jiwa modern memberi batasan bahwa fantasi adalah daya jiwa untuk menciptakan
sesuatu yang baru. Fantasi sebagai kemampuan jiwa manusia terjadi dalam dua
cara, yaitu:
1) Secara
disadari, yaitu apabila individu menyadarinya. Hal ini banyak ditemukan pada
seorang pelukis, pemahat.[7]
2) Secara
tidak disadari, yaitu apabila individu tidak secara sadar telah dituntut oleh
fantasinya. Keadaan ini banyak dijumpai pada anak-anak.
Jenis-Jenis
Fantasi antara lain adalah:
a. Fantasi
mencipta, terjadi atas inisiatif atau kehendak sendiri, tanpa bantuan orang
lain atau jenis fantasi yang mampu menciptakan hal-hal baru. Fantasi ini lebih
banyak dimiliki oleh para seniman, anak-anak, dan para ilmuwan.
b. Fantasi
runtunan atau terpimpin, yang terjadi dengan bantuan pimpinan atau tuntunan
orang lain. Misalnya, ketika sedang membaca buku, kita mengikuti pengarang buku
itu dalam ceritanya.
Fungsi
Pokok Fantasi adalah:
a. Mengabstraksi,
fantasi dengan menyaring atau memisahkan sifat-sifat tertentu dari tanggapan
yang sudah ada. Misalnya, anak yang belum pernah melihat gurun pasir maka dalam
berfantasi dibayangkan seperti lapangan tanpa pohon-pohon di sekitarnya dan
tanahnya berpasir.
b. Fantasi
mengombinasi, fantasi dengan menggabungkan dua atau lebih tanggapan yang sudah
ada, dan menyusun menjadi satu tanggapan yang baru. Misalnya, tanggapan badan
singa + kepala manusia = Spinx di kota Mesir.
c. Fantasi
mendeterminisasi, fantasi dengan melengkapi dan menyempurnakan tanggapan lama
dan mendapatkan ketentuan yang lebih jelas serta terbatas sehingga tercipta
tanggapan baru. Misalnya, gambaran telaga, tetapi di perbesar maka terciptalah
gambaran angan-angan lautan.[8]
2. Memotivasi
orang lain
Menurut
Sartain, North, Strange, dan Champman (1973),
beberapa cara untuk memotivasi orang lain adalah sebagai berikut.
a. Memotivasi
dengan Kekerasan (Motivating by Force)
Contohnya
terjadi dalam angkatan bersenjata, yaitu seorang pemimpin akan mengancam para
serdadu dengan hukuman jika mereka tidak atau kurang disiplin. Contoh kedua,
seorang pelatih sepak bola mengancam akan menskor anggota timnya apabila tidak
disiplin dalam latihan untuk meningkatkan prestasinya. Cara yang digunakan
tersebut menimbulkan perasaan yang tidak senang bagi subjek yang terkenal.
Dalam
masyarakat yang demokratis, cara semacam ini kurang begitu tepat sebab orang
akan memiliki sikap kebergantungan yang besar dan kurang mampu membutuhkan
kesadaran.
b. Memotivasi
dengan Bujukan (Motivating by Enticement).
Cara kedua
adalah memberikan bujukan atau hadiah apabila mengerjakan sesuatu yang
diperintahkan. Bujukan atau hadiah dapat berupa:
1) Tambahan
upah
2) Pemeberian
nilai yang baik
3) Peningkatan
status
Cara ini akan
berhasil, tetapi menimbulkan sifat kebergantuan. Misalnya, para buruh
bergantung pada majikan, murid bergantung pada gurunya.[9]
c. Memotivasi
dengan Identifikasi (Motivating by Identivication/Ego-Involvement)
Cara ini
merupakan cara yang terbaik untuk memotivasi orang lain. Dalam hal ini, mereka
berbuat sesuatu dengan rasa percaya diri sendiri bahwa hal-hal yang di lakukan
itu untuk mencapai tujuan tertentu da nada keinginan dari dalam. Misalnya,
seorang murid belajar bukan karena bujukan guru, melainkan karena ingin
memperoleh prestasi belajar yang baik dan mendapat nilau yang tinggi.
3. Pengamatan
terhadap orang lain
Hakikat pengamatan tercermin dalam karya-karya sosiologi
klasik. Pertama, dalam konsep Cooley (1902) tentang cermin diri pribadi. Kedua,
dalam konsep George Med (1934) tentang macam diri, yaitu “aku” dan “ku”. Mereka
berpendapat bahwa dalam diri anak awalnya berkembang kesadaran tentang dirinya
sebagai suatu kesatuan yang terpisah dan berbeda dengan lingkungannya karena
orang lain merespons dirinya sebagai objek yang terpisah dan sifatnya otonom.
Apabila tidak ada orang lain, ia tidak akan memiliki
konsep tentang diri sendiri. Apabila dalam diri individu telah berkembang
konsep “aku”, ia akan menjadi sadar tentang dirinya sebagai objek dari
pengamatan sendiri (Med menyebutnya “ku”), sebagai seseuatu yang berbeda dengan
dirinya sebagai pengamat (Med menyebutnya “aku”). Selanjutnya, evaluasi tentang
dirinya muncul sebagai pencerminan diri dari evaluasi orang lain tentang
dirinya. Dengan demikian, menurut Cooley dan Med, substansi kepribadian
individu, yaitu konsep tentang dirinya yang muncul pertama kali dan berkembang
selanjutnya melalui proses interaksi sosial dengan orang lain.
Sejak perumusan telah banyak penelitian dan teori
dikembangkan mengenai hakikat dan konsekuensi pengamatan antarpribadi. Mazhab psikoterapi
(Rogers, 1942), yang secara keseluruhan dibangun atas teori Med mengatakan
bahwa konsep “aku” itu sangat penting dalam proses penyesuaian diri, dan
evaluasi tentang diri sendiri itu mengalami perubahan sesuai dengan perubahan
evaluasi orang lain terhadap dirinya.
Atas dasar premis tersebut, pokok dasar terapinya adalah
menyediakan lingkungan sosial secara konsisten yang memberikan kehangatan dan
keramahan kepada individu dengan pengertian bahwa memberikan suasana bagi
individu agar ia mampu mengadakan orientasi kembali mengenai konsep dirinya.
Para ahli telah membuktikan hal tersebut dengan
penelitiannya, di antaranya sebagai berikut.
a.
Penelitian Filder
dan rekannya (1959) membuktikan bahwa pengamatan antarpribadi berkaitan dengan
proses penyesuaian dirinya. Dalam studinya yang luas mengenai kelompok militer
ataupun mahasiswa, ia menemukan kenyataan bahwa individu-individu yang melihat
dirinya sama dengan orang lain dan mempunyai hubungan akrab serta dianggap “penting”
akan memperlihatkan penyesuaian pribadi yang lebih baik daripada orang-orang
yang tidak demikian.
b.
Newcomb (1953)
membuktikan bahwa pengamatan seseorang terhadap orang lain berkaitan erat
dengan sikapnya mengenai hal-hal yang menyangkut orang lain tersebut, misalnya:
1.
Cenderung setuju
dengan orang yang ia senangi dan senang kepada orang yang ia setujui.
2.
Cenderung tidak
setuju dengan orang yang tidak ia senangi dan tidak senang kepada orang yang
tidak ia setujui.
Berdasarkan peristiwa itu, Newcomb merumuskan gagasan
tersebut dalam satu model teoritis yang merangkum banyak konsep untuk lapangan
itu.
Model Newcomb menggambarkan dua pribadi (A dan B) yang
terlibat dalam interaksi sosial mengenai satu atau beberapa objek (X), baik
yang dimiliki oleh A maupun B, tentang diri masing-masing dan tentang X
membentuk suatu sistem yang bagian-bagiannya saling kebergantungan. Apabila satu
bagian berubah, bagian lainnya pun cenderung memperlihatkan perubahan yang
bersifat mengimbangi. Selanjutnya, dari rumusan itu Newcomb mengemukakan
postulatnya bahwa :
a.
Ada keadaan dalam
sistem itu (pola-pola sikap) yang berfungsi mempertahankan keseimbangan dan
ekuilibrium
b.
Keadaan seimbang,
yaitu saling berkaitan antara A dan B bersamaan dengan persetujuan mereka
tentang X, dan adanya saling penolakan antara A dan B, bersamaan dengan
penolakan mereka terhadap X
c.
Keadaan lainnya
(seperti saling tidak setuju meskipun mereka saling tertarik). Keadaan ini
tidak stabil dan cenderung berubah ke arah pola keseimbangan yang satu atau
yang lainnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Motif sosial adalah keadaan motif yang kompleks yang merupakan sumber dari
banyak tindakan manusia. Motif-motif itu disebut sosial karena mereka
dipelajari dalam kelompok, khususnya kelopok keluarga ketika mereka tumbuh
sebagai anak. Karena biasanya motif ini melibatkan orang lain untuk
berinteraksi. Dengan kata lain, motif itu merupakan suatu pengertian yang
melengkapi semua penggerak alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri
manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu.
Motif sosial dibagi 3 antara lain,
- Motif biogenetis yaitu motif yang bercorak universal dan kurang terikat dengan lingkungan kebudayaannya tempat manusia itu kebetulan berada dan berkembang. Motif biogenetis ini adalah assli di dalam diri orang dan berkembang dengan sendirinya.
- Motif Sosiogenetis adalah motif- motif yang dipelajari orang dan berasal dari lingkungan kebudayaan tempat orang itu berada dan berkembang. Motif sosiogenetis tidak berkembang dengan sendirinya tetapi berdasarkan interaksi sosial dengan orang-orang atau hasil kebudayaan orang. Macam motif sosiogenetis banyak sekali dan berbeda-beda sesuai dengan perbedaan-perbedaanyang terdapat di antara berbagai corak kebudayaan di dunia. Dan,
- Motif Teogenetis adalah motif yang berasal dari interaksi antara manusia dengan Tuhan seperti yang terwujud dalam ibadahnya dan dalam kehidupannya sehari-hari dimana ia berusaha merealisasikan norma-norma agamanya.
Kritik dan Saran
Makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian yang
bersifat membangun demi kesempurnaan dan perbaikan penulisan makalah
berikutnya.
Daftar Pustaka
Arifin, Bambang Samsul. 2015. Psikologi Sosial. Bandung: Pustaka Setia.
mfsuprafto.wordpress.com