Welcome to Mutiara's World 2017 | Welcome to Mutiara's World

Senin, 04 Desember 2017

BK Sosial [Motif Sosial]



MOTIF-MOTIF SOSIAL
Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah BK Sosial
Dosen Cici Yulia,M.Pd


Kelompok 8
Oleh :

Dwiyanti                                 1601015002
                               Rizky Mutiara Ramdhani         1601015026
                               Paramita Kurnia Damayanti     1601015056
                                



PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA
JAKARTA
2017

KATA PENGANTAR
     Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dengan ini kami panjatkan atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan makalah BK Sosial yang bertemakan “Motif-Motif Sosial”.
     Adapun makalah BK Sosial tentang  ”Motif-Motif Sosial”  ini. Telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari banyak pihak,  sehingga dapat memperlancar proses pembuatan makalah ini.  Oleh sebab itu, kami juga ingin menyampaikan rasa terimakasih yang   sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah BK Sosial.
     Terlepas dari semua itu  kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa dari makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “Motif-Motif Sosial” ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.







Jakarta, 2017

               Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………….............I
DAFTAR ISI………………………………………………………………..........II
BAB I PENDAHULUAN
A.        Latar Belakang……………………………………………………...........III
B.        Rumusan Masalah………………………………………………….. ........IV
C.        Tujuan…………………………………………………………………....IV
BAB II PEMBAHASAN
A.        Konsep Dasar Motif Sosial…….…………………………………….........1
B.        Klasifikasi………..………….……………………………………….........2
C.        Macam-macam dan Motif Sosial……………………………………..........2
D.       Pengaruh Motif terhadap orang lain…………………………………..........4
BAB III PENUTUP
Kesimpulan………………………………………………………………............12
Saran………………………………………………………………………...........13
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...........14
                                                    




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan manusia lain dan lingkungan sosial di sekitarnya. Kebutuhan-kebutuhan hidup manusia di pengaruhi adanya motif atau dorongan baik dari dalam diri sendiri maupun dari luar diri manusia baik berupa benda maupun situasi yang terjadi di lingkungan sekitarnya yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu untuk mencapai kebutuhan hidupnya.
            Setiap tingkah laku manusia memiliki pengaruh terhadap lingkungannya. Untuk mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan bermasyarakat agar teratur, masyarakat membuat aturan atau norma yang membatasi tingkah laku manusia agar dapat di terima di lingkungannya sehingga seseorang dapat bertingkah laku dengan wajar sesuai aturan yang berlaku. Dalam kehidupan bermasyarakat kadang terjadi hubungan timbal balik, pertemanan, dan memungkinkan terjadinya kesepakatan dalam kehidupan sehari-hari.
            Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari peristiwa yang memberikan pelajaran baik yang menyenangkan, mengharukan, mengecewakan atau menyedihkan. Seseorang dapat memahami apa yang di rasakan oleh orang lain, merasa peduli terhadap perasaan orang lain tetapi tidak terhanyut dalam suasana yang sedang di hadapi orang lain.








B.     Rumusan Masalah
1.      Apa konsep dasar motif sosial?
2.      Apa saja klasifikasi motif sosial?
3.      Apa saja macam-macam dan bentuk motif sosial?
4.      Bagaimana pengaruh motif terhadap orang lain?


C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui konsep dasar motif sosial
2.      Untuk mengetahui klasifikasi dari motif sosial
3.      Untuk mengetahui macam dan bentuk motif sosial
4.      Untuk mengetahui pengaruh motif terhadap orang lain

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep Dasar Motif Sosial
Motif merupakan sesuatu yang melingkupi semua penggerak, alasan, atau dorongan dalam diri manusia untuk berbuat sesuatu. Motif manusia merupakan dorongan, keinginan, hasrat, dan tenaga penggerak lainnya yang berasal dari dalam dirinya untuk melakukan sesuatu. Motif-motif itu memberikan tujuan dan arah pada tingkah laku manusia dan kegiatan-kegiatan yang di lakukan sehari-hari juga mempunyai motif tersendiri. Motif-motif manusia dapat bekerja secara sadar dan tidak sadar bagi diri manusia.[1]
Pada prinsipnya, motif adalah suatu konstruksi yang potensial dan laten, yang dibentuk oleh pengalaman, yang secara relative dapat bertahan meskipun kemungkinan berubah masih ada, dan berfungsi menggerakan serta mengarahkan perilaku ke tujuan tertentu. Artinya, motif merupakan dorongan yang sudah terikat pada suatu tujuan. Motif mencakup semua penggerak, alasan, atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu.
Gerungan (2010) mendefinisikan motif sebagai suatu pengertian yang melengkapi semua penggerak alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Dengan pengertian bahwa semua tingkah laku manusia mempunyai motif.
Lindzey, Hall, dan Thompson (1975) mendefinisikan motif sebagai sesuatu yang menimbulkan tingkah laku. Adapun Atkinson (1958) mengartikan motif sebagai disposisi laten, yang berusaha dengan kuat untuk menuju tujuan tertentu. Tujuan ini dapat berupa prestasi afiliasi ataupun kekuasaan.[2]
Motif sosial adalah motif  yang timbulnya untuk memenuhi kebutuhan individu dalam hubungannya dengan lingkungan sosialnya.[3]
B.     Klasifikasi Motif  Sosial
1.      Klasifikasi Motif
Gardner Lindze, Calvin S. Hall, dan Richard F. Thompson dalam bukunya Psychology (1978) mengklasifikasikan motif dalam dua hal berikut:
a.       Drive adalah yang mendorong untuk bertindak. Drives merupakan proses organik internal disebut Drives Primer atau Drives yang tidak dipelajari. Drives yang lain diperoleh melalui belajar.
b.      Insentives adalah benda atau situasi (keadaan) yang berbeda didalam lingkungan sekitar yang merangsang tingkah laku insentives merupakan penyebab individu untuk bertindak.
C.    Macam-macam dan Bentuk Motif Sosial
1.      Macam-macam Motif Sosial
Sherif membedakan motif menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
a.       Motif  Biogenetis
Motif  biogenetis ini bercorak universal dan kurang terikat dengan lingkungan kebudayaan tempat manusia berada dan berkembang. Motif biogenetis ini ada di dalam diri orang dan berkembang dengan sendirinya. Artinya, motif biogenetis berkembang dalam diri seseorang dan berasal dari organismenya sebagai makhluk biologis. Ciri motif biogenetis berasal dari kebutuhan organisme seseorang demi kelanjutan kehidupannya secara biologis. Contoh motif ini adalah lapar, haus, kebutuhan akan kegiatan, istirahat, bernafas, seks, buang air, dan lain-lain.
b.      Motif Sosiogenetis
Motif sosiogenetis adalah motif-motif yang dipelajari orang dan berasal dari .lingkungan kebudayaan tempat orang itu berada dan berkembang. Motif sosiogenetis tidak berkembang dengan sendirinya, tetapi berdasarkan interaksi sosial dengan orang-orang atau hasil kebudayaan orang. Jenis motif sosiogenetis banyak sekali dan berbeda-beda sesuai dengan perbedaan yang terdapat diantara berbagai corak kebudayaan di dunia. Contoh motif ini adalah keinginan untuk mendengarkan music daerah, music melayu, keinginan membaca sejarah Indonesia, dan lain-lain.
c.       Motif Teogenetis
Motif teogenetis adalah motif yang berasal dari interaksi antara manusia dengan tuhan, seperti yang terwujud dalam ibadahnya dan dalam kehidupannya sehari-hari saat ia berusaha merealisasikan norma-norma agamanya. Motif ini berhubungan dengn manusia sebagai makhluk yang berketuhanan. Manusia memerlukan interaksi dengan tuhan agar dapat menyadari akan tugasnya sebagai makhluk yang berketuhanan. Contoh dari motif ini adalah keinginan untuk mengabdi kepada tuhan yang maha Esa, keinginan untuk merealisasikan norma-norma agama menurut kitab suci.[4]
2.      Bentuk Motif Sosial
Dalam pandangan Gerungan, bentuk motif terdiri atas dua macam:
a.       Motif Tunggal
Motif tunggal dapat di contohkan, misalnya seseorang mendengarkan berita radio atau televisi yang mempunyai motif umum seperti motif-motif yang diuraikan diatas, tetapi mungkin juga mempunyai motif lain, misalnya untuk mendengarkan berita tertentu yang berkaitan dengan pekerjaan di kantornya.
b.      Motif Bergabung
Motif bergabung dapat dicontohkan, misalnya apabila seseorang menjadi anggota kelompok, perkumpulan, atau organisasi, motif yang ada pada dirinya adalah motif bergabung. Ia mungkin ingin belajar sesuatu yang baru bersama dengan anggota perkumpulan. Selain itu, ia mungkin ingin belajar berorganisasi. Ia juga mungkin ingin mengenal dari dekat beberapa orang anggota kelompok. Ia juga ingin memperluas relasi-relasinya untuk kelancaran pekerjaan kantornya, dan lain-lain.
Dengan demikian, orang tersebut mungkin mempunyai macam bentuk motif yang sekaligus bekerja dibalik perbuatan yang menggabungkan diri dalam organisasi, tetapi perbuatan itu terdorong dengan satu motif utama dan beberapa motif tambahan, yang mungkin merupakan rincian dari motif utama itu.[5]
D.    Pengaruh Motif, Memotivasi Orang Lain, dan Pengamatan Terhadap Orang Lain
1.      Pengaruh motif dalam pengamatan
Motif, sikap, dan pengamatan merupakan bagian yang saling berkaitan dalam organisasi kepribadian. sikap timbul merupakan fungsi dari motif.
Pengamatan merupakan proses belajar mengenal segala sesuatu yang ada di sekitar dengan menggunakan alat indra.
Muhibin Syah (1996)  menyatakan bahwa pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indra, seperti mata dan telinga. Berkat pengalaman belajar, seorang siswa akan mencapai pengamatan yang objektif sebelum memperoleh pengertian. Pengamatan yang salah akan mengakibatkan timbulnya pengertian yang salah pula.
      Proses pengamatan berfungsi membantu pencapaian pemuasan kebutuhan manusia untuk tetap melestarikan hidupnya. Untuk itu manusia memiliki indra untuk mengamati segala sesuatu yang ada dalam lingkungannya. Hasil pengamatan itu memunculkan kesan atau tanggapan.
      Manusia secara normal akan selalu mencari objek dalam lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya secara sadar ataupun tidak sadar. Dengan kata lain, semakin baik daya reaksi terhadap lingkungan manusia, semakin banyak memiliki kesan (tanggapan).
a.       Tanggapan sebagai pengaruh motif
Kesan atau tanggapan ditempatkan sebagai pengaruh dari motif karena tanggapan sebagai salah satu fungsi jiwa yang pokok dapat diartikan sebagai gambaran ingatan dari pengamatan ketika objek yang diamati tidak lagi berada dalam ruang dan waktu pengamatan. Jadi, jika proses pengamatan sudah berhenti dan hanya tinggal kesan-kesannya, hal tersebut disebut tanggapan.
Tanggapan disebut “laten” (tersembunyi, belum terungkap) apabila tanggapan tersebut ada dibawah sadar atau tidak disadari, dan suatu saat dapat disadarkan kembali. Adapun tanggapan disebut “aktual” apabila tanggapan tersebut disadari.[6]
Menurut teori tanggapan, belajar adalah memasukkan tanggapan sebanyak-banyaknya, berulang-ulang dan sejelas-jelasnya. Banyak tanggapan berarti dikatakan pandai. Sedikit tanggapan berarti dikatakan kurang pandai. Dengan demikian, orang pandai berarti orang yang banyak mempunyai tanggapan yang tersimpan dalam otaknya. Perbedaan antara tanggapan dan pengamatan, yaitu:
1)   Pengamatan terikat pada tempat dan waktu, sedangkan tanggapan tidak terikat waktu dan tempat.
2)   Objek pengamatan sempurna dan mendetail, sedangkan objek tanggapan tidak mendetail dan kabur.
3)   Pengamatan memerlukan perangsang, sedangkan tanggapan tidak perlu ada rangsangan.
4)   Pengamatan bersifat sensoris, sedangkan tanggapan bersifat imaginer.
b.      Fantasi sebagai pengaruh Motif
Fantasi adalah daya jiwa untuk membentuk atau menciptakan tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan tanggapan yang sudah ada.
Ilmu jiwa modern memberi batasan bahwa fantasi adalah daya jiwa untuk menciptakan sesuatu yang baru. Fantasi sebagai kemampuan jiwa manusia terjadi dalam dua cara, yaitu:
1)   Secara disadari, yaitu apabila individu menyadarinya. Hal ini banyak ditemukan pada seorang pelukis, pemahat.[7]
2)   Secara tidak disadari, yaitu apabila individu tidak secara sadar telah dituntut oleh fantasinya. Keadaan ini banyak dijumpai pada anak-anak.
Jenis-Jenis Fantasi antara lain adalah:
a.    Fantasi mencipta, terjadi atas inisiatif atau kehendak sendiri, tanpa bantuan orang lain atau jenis fantasi yang mampu menciptakan hal-hal baru. Fantasi ini lebih banyak dimiliki oleh para seniman, anak-anak, dan para ilmuwan.
b.    Fantasi runtunan atau terpimpin, yang terjadi dengan bantuan pimpinan atau tuntunan orang lain. Misalnya, ketika sedang membaca buku, kita mengikuti pengarang buku itu dalam ceritanya.
Fungsi Pokok Fantasi adalah:
a.    Mengabstraksi, fantasi dengan menyaring atau memisahkan sifat-sifat tertentu dari tanggapan yang sudah ada. Misalnya, anak yang belum pernah melihat gurun pasir maka dalam berfantasi dibayangkan seperti lapangan tanpa pohon-pohon di sekitarnya dan tanahnya berpasir.
b.    Fantasi mengombinasi, fantasi dengan menggabungkan dua atau lebih tanggapan yang sudah ada, dan menyusun menjadi satu tanggapan yang baru. Misalnya, tanggapan badan singa + kepala manusia = Spinx di kota Mesir.
c.    Fantasi mendeterminisasi, fantasi dengan melengkapi dan menyempurnakan tanggapan lama dan mendapatkan ketentuan yang lebih jelas serta terbatas sehingga tercipta tanggapan baru. Misalnya, gambaran telaga, tetapi di perbesar maka terciptalah gambaran angan-angan lautan.[8]
2.      Memotivasi orang lain
Menurut Sartain, North, Strange, dan Champman (1973),  beberapa cara untuk memotivasi orang lain adalah sebagai berikut.
a.    Memotivasi dengan Kekerasan (Motivating by Force)
Contohnya terjadi dalam angkatan bersenjata, yaitu seorang pemimpin akan mengancam para serdadu dengan hukuman jika mereka tidak atau kurang disiplin. Contoh kedua, seorang pelatih sepak bola mengancam akan menskor anggota timnya apabila tidak disiplin dalam latihan untuk meningkatkan prestasinya. Cara yang digunakan tersebut menimbulkan perasaan yang tidak senang bagi subjek yang terkenal.
Dalam masyarakat yang demokratis, cara semacam ini kurang begitu tepat sebab orang akan memiliki sikap kebergantungan yang besar dan kurang mampu membutuhkan kesadaran.
b.      Memotivasi dengan Bujukan (Motivating by Enticement).
Cara kedua adalah memberikan bujukan atau hadiah apabila mengerjakan sesuatu yang diperintahkan. Bujukan atau hadiah dapat berupa:
1)      Tambahan upah
2)      Pemeberian nilai yang baik
3)      Peningkatan status
Cara ini akan berhasil, tetapi menimbulkan sifat kebergantuan. Misalnya, para buruh bergantung pada majikan, murid bergantung pada gurunya.[9]
c.    Memotivasi dengan Identifikasi (Motivating by Identivication/Ego-Involvement)
Cara ini merupakan cara yang terbaik untuk memotivasi orang lain. Dalam hal ini, mereka berbuat sesuatu dengan rasa percaya diri sendiri bahwa hal-hal yang di lakukan itu untuk mencapai tujuan tertentu da nada keinginan dari dalam. Misalnya, seorang murid belajar bukan karena bujukan guru, melainkan karena ingin memperoleh prestasi belajar yang baik dan mendapat nilau yang tinggi.
3.      Pengamatan terhadap orang lain
 Hakikat pengamatan tercermin dalam karya-karya sosiologi klasik. Pertama, dalam konsep Cooley (1902) tentang cermin diri pribadi. Kedua, dalam konsep George Med (1934) tentang macam diri, yaitu “aku” dan “ku”. Mereka berpendapat bahwa dalam diri anak awalnya berkembang kesadaran tentang dirinya sebagai suatu kesatuan yang terpisah dan berbeda dengan lingkungannya karena orang lain merespons dirinya sebagai objek yang terpisah dan sifatnya otonom.
Apabila tidak ada orang lain, ia tidak akan memiliki konsep tentang diri sendiri. Apabila dalam diri individu telah berkembang konsep “aku”, ia akan menjadi sadar tentang dirinya sebagai objek dari pengamatan sendiri (Med menyebutnya “ku”), sebagai seseuatu yang berbeda dengan dirinya sebagai pengamat (Med menyebutnya “aku”). Selanjutnya, evaluasi tentang dirinya muncul sebagai pencerminan diri dari evaluasi orang lain tentang dirinya. Dengan demikian, menurut Cooley dan Med, substansi kepribadian individu, yaitu konsep tentang dirinya yang muncul pertama kali dan berkembang selanjutnya melalui proses interaksi sosial dengan orang lain.
Sejak perumusan telah banyak penelitian dan teori dikembangkan mengenai hakikat dan konsekuensi pengamatan antarpribadi. Mazhab psikoterapi (Rogers, 1942), yang secara keseluruhan dibangun atas teori Med mengatakan bahwa konsep “aku” itu sangat penting dalam proses penyesuaian diri, dan evaluasi tentang diri sendiri itu mengalami perubahan sesuai dengan perubahan evaluasi orang lain terhadap dirinya.
Atas dasar premis tersebut, pokok dasar terapinya adalah menyediakan lingkungan sosial secara konsisten yang memberikan kehangatan dan keramahan kepada individu dengan pengertian bahwa memberikan suasana bagi individu agar ia mampu mengadakan orientasi kembali mengenai konsep dirinya.
Para ahli telah membuktikan hal tersebut dengan penelitiannya, di antaranya sebagai berikut.
a.       Penelitian Filder dan rekannya (1959) membuktikan bahwa pengamatan antarpribadi berkaitan dengan proses penyesuaian dirinya. Dalam studinya yang luas mengenai kelompok militer ataupun mahasiswa, ia menemukan kenyataan bahwa individu-individu yang melihat dirinya sama dengan orang lain dan mempunyai hubungan akrab serta dianggap “penting” akan memperlihatkan penyesuaian pribadi yang lebih baik daripada orang-orang yang tidak demikian.
b.      Newcomb (1953) membuktikan bahwa pengamatan seseorang terhadap orang lain berkaitan erat dengan sikapnya mengenai hal-hal yang menyangkut orang lain tersebut, misalnya:
1.      Cenderung setuju dengan orang yang ia senangi dan senang kepada orang yang ia setujui.
2.      Cenderung tidak setuju dengan orang yang tidak ia senangi dan tidak senang kepada orang yang tidak ia setujui.
Berdasarkan peristiwa itu, Newcomb merumuskan gagasan tersebut dalam satu model teoritis yang merangkum banyak konsep untuk lapangan itu.
Model Newcomb menggambarkan dua pribadi (A dan B) yang terlibat dalam interaksi sosial mengenai satu atau beberapa objek (X), baik yang dimiliki oleh A maupun B, tentang diri masing-masing dan tentang X membentuk suatu sistem yang bagian-bagiannya saling kebergantungan. Apabila satu bagian berubah, bagian lainnya pun cenderung memperlihatkan perubahan yang bersifat mengimbangi. Selanjutnya, dari rumusan itu Newcomb mengemukakan postulatnya bahwa :
a.       Ada keadaan dalam sistem itu (pola-pola sikap) yang berfungsi mempertahankan keseimbangan dan ekuilibrium
b.      Keadaan seimbang, yaitu saling berkaitan antara A dan B bersamaan dengan persetujuan mereka tentang X, dan adanya saling penolakan antara A dan B, bersamaan dengan penolakan mereka terhadap X
c.       Keadaan lainnya (seperti saling tidak setuju meskipun mereka saling tertarik). Keadaan ini tidak stabil dan cenderung berubah ke arah pola keseimbangan yang satu atau yang lainnya.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
     Motif sosial adalah keadaan motif yang kompleks yang merupakan sumber dari banyak tindakan manusia. Motif-motif itu disebut sosial karena mereka dipelajari dalam kelompok, khususnya kelopok keluarga ketika mereka tumbuh sebagai anak. Karena biasanya motif ini melibatkan orang lain untuk berinteraksi. Dengan kata lain, motif itu merupakan suatu pengertian yang melengkapi semua penggerak alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu.
Motif sosial dibagi 3 antara lain,  
  • Motif biogenetis yaitu motif yang bercorak universal dan kurang terikat dengan lingkungan kebudayaannya tempat manusia itu kebetulan berada dan berkembang. Motif biogenetis ini adalah assli di dalam diri orang dan berkembang dengan sendirinya.
  • Motif Sosiogenetis adalah motif- motif yang dipelajari orang dan berasal dari lingkungan kebudayaan tempat orang itu berada dan berkembang. Motif sosiogenetis tidak berkembang dengan sendirinya tetapi berdasarkan interaksi sosial dengan orang-orang atau hasil kebudayaan orang. Macam motif sosiogenetis banyak sekali dan berbeda-beda sesuai dengan perbedaan-perbedaanyang terdapat di antara berbagai corak kebudayaan di dunia. Dan,
  • Motif Teogenetis adalah motif yang berasal dari interaksi antara manusia dengan Tuhan seperti yang terwujud dalam ibadahnya dan dalam kehidupannya sehari-hari dimana ia berusaha merealisasikan norma-norma agamanya.

Kritik dan Saran
Makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian yang bersifat membangun demi kesempurnaan dan perbaikan penulisan makalah berikutnya.


Daftar Pustaka
Arifin, Bambang Samsul. 2015. Psikologi Sosial. Bandung: Pustaka Setia.
mfsuprafto.wordpress.com



[1] Bambang syamsul arifin,2015.Psikologi sosial,Bandung:Pustaka Setia,hlm.143
[2] Ibid, hlm.144
[3] Suprapto, mfsuprafto.wordpress.com, di akses 1 November 2017, pukul 12:42
[4] OpCit, hlm. 152
[5] Ibid,hlm 154
[6] Ibid,hlm 155
[7] Ibid,hlm 156
[8] Ibid,hlm 157
[9] Ibid,hlm 158
 

Welcome to Mutiara's World Template by Ipietoon Cute Blog Design